01 Apr 2011
Berita Daerah Tapanuli
Dikenal Pendiam, Rajin Ibadah, & Juara Kelas
Radja Bonaran Situmeang, SH, M.Hum pengacara kondang yang namanya melejit saat menjadi kuasa hukum Anggoro Widjojo dan adiknya Anggodo Widjojo dalam kasus penyuapan dan korupsi ini, kini menjadi Bupati Tapteng Terpilih periode 2011-2016. Sukses sebagai seorang pengacara, Bonaran rupanya juga piawai berpolitik. Ia menang telak dalam Pemilukada yang digelar 12 Maret lalu. Bagaimana kisah Bonaran hingga menjadi seperti sekarang?
Bonaran lahir di Desa Gonting Mahe, Kecamatan Sorkam, Tapanuli Tengah pada 7 Desember 1962 silam. Ayahnya, St Gr Kasmin Situmeang seorang guru SD yang dikenal tegas dan berdisplin tinggi. Sedangkan ibunya, Tialum br Manalu hanya seorang ibu rumah tangga. Untuk membantu perekonomian keluarga, ibunya tekun bertani.
Masa kanak-kanak Bonaran banyak dihabiskan di kampung halaman. Jenjang pendidikannya di awali masuk SD swasta HKI Gonting Mahe, Sorkam, Tapteng. Tamat SD tahun 1975, ia melanjut ke SMP Fatima Sibolga. Kemudian ia melanjut ke SMA Katolik Sibolga.
“Waktu SMA dulu Bonaran itu orangnya pendiam atau kalem gitu, tapi rajin dan saleh. Keaktifannya juga tidak begitu menonjol dibanding teman-teman yang lain, seperti misalnya bagimana hebohnya pada masa SMA. Di kegiatan sekolah juga biasa saja, ikut main bola kaki atau olahraga lainnya,” tandas Sahat Simatupang SE, teman sekelas sekaligus ketua kelas Bonaran semasa SMA, Kamis (31/3).
Dari penampilan, tambah Sahat lagi, Bonaran yang dulu berperawakan kurus tinggi itu juga biasa saja. Bahkan terbilang lebih sederhana dari teman-temannya yang lain.
“Dari dulu SMA Katolik yang paling top di Sibolga sekitarnya dan banyak siswanya non pribumi. Jadi bisa dibilang menengah ke atas yang sekolah di situ. Makanya, Bonaran kan dari Sorkam, jadi penampilan juga terlihat lebih sederhana dibanding yang lain,” ujar Sahat.
Sahat yang kini menjabat Camat Sibolga Selatan mengaku kaget sekaligus bersyukur ketika mendengar teman sekelasnya dulu itu menjadi calon bupati, dan menang.
“Ya kaget juga. Apalagi sejak tamat SMA kami tak pernah ketemu lagi. Waktu reuni alumni SMA Katolik di Bogor tahun 2010 lalu saya enggak bisa hadir. Jadi baru tahun ini ketemu lagi, itupun karena dia mencalon di Pemilukada Tapteng,” aku Sahat.
Sebagai teman SMA, Sahat menyatakan bangga dan bersyukur atas keberhasilan Bonaran sekarang. Menurutnya, hidup memang berjalan dan berkembang terus. Karir dan kemenangan Bonaran di Pemilukada Tapteng patut didukung. “Saya bangga dan ikut mensupport,” sebut Sahat yang kini justru jadi panggil Lae kepada Bonaran, karena istrinya Boru Simatupang.
Senada diungkapkan Rohani Br Hutagalung, juga teman SMA Bonaran. Bonaran, kata Rohani, orangnya pendiam, tidak seheboh teman-teman yang lain. Kalau waktu istirahat, lanjut Rohani, Bonaran lebih suka baca buku di kelas dari pada main ke kantin. “Semester I kita sekelas, tapi setelah bagi jurusan (IPA-IPS) kita pisah kelas. Dia pendiam gitu orangnya. Kalau soal kepintaran, dia juga enggak pernah ranking satu, tapi yang pasti SMA Katolik itu cukup bergengsi, jadi yang sekolah di situ pintar-pintar orangnya,” tandas Rohani yang ditemui di rumahnya di Kelurahan Aek Habil, Sibolga, Kamis (31/4).
Terpisah, teman SD dan masih sekampung dengan Bonaran, Wilman Purba mengatakan bahwa Bonaran selalu mendapat ranking satu di sekolah. Dulu, kata Wilman, ada lima orang yang tergolong pintar di SD tersebut, termasuk Wilman dan Bonaran. Soal tingkah laku Bonaran semasa kecil, Wilman menyebutkan bahwa temannya itu tidak termasuk anak yang nakal.
“Jadi kalau ada guru yang enggak datang, maka kami di antara yang lima ini yang mengajar adik-adik kelas, menggantikan guru, apalagi dulu guru masih terbatas,” tandasnya saat ditemui di Desa Gonting Mahe, Kamis (31/3).
Kakak laki-laki Bonaran, Rajoasi Situmeang saat berbagi cerita kepada METRO menuturkan, orangtua mereka khususnya ayahnya adalah orang yang tegas dan berdisiplin tinggi. Apalagi mengingat ayah mereka adalah seorang guru, atau dahulu dikenal dengan sebutan guru zending. Jadi dalam hal prestasi sekolah, ayahnya itu sangat tegas.
“Kalau kami anak-anaknya tidak masuk dalam ranking 10 besar di sekolah, bapak pasti tidak mau tanda tangani rapor kami, dan kami pasti dimarahi. Bonaran selalu ranking satu waktu SD. Di SMP dan SMA dia juga selalu masuk ranking 10 besar, paling tidak dapat ranking 4, 5 atau 6,” tutur Rajoasi yang ditemui di rumahnya di Desa Gonting Mahe, Kamis (31/3).
Setelah tamat dari SMA Katolik pada tahun 1982, Bonaran meneruskan pendidikan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) di Medan. Selesai kuliah tahun 1988, anak ke 2 dari 5 bersaudara ini langsung terbang ke Jakarta menjalani profesi impiannya menjadi pengacara. Di awali sebagai asisten pengacara di bawah kantor hukum pimpinan Letkol (Purn) Martogi Situmeang. Tahun 2008, Bonaran menyelesaikan Magister Hukum dari Universitas Gajah Mada, Jogjakarta.(Metro)
Posting Komentar
Bagi Visitor Jika Berkunjung Di Blog Saya
Saya Ucapkan Terima Kasih,
Karena Masih Sempat Melihat Lihat Apa Yang Ada Di Blog Saya Ini.
So Attention Yang Saya Ingin Kan Adalah :
*Jangan Cakap Sembarangan
*Jadilah Orang Yang Sopan
*Comment Lah Sebagus Mungkin
*Jangan Mengundang EMOSI Dari ADMIN
Thanks For Visited My BLOG Site